Prince Charming

A repost from my previous work. Previously posted here

prince-charming-req

Title: Prince Charming | Author: Macchiato

Genre: Friendship, Fluff | Rating: PG – 15 | Length: One shot

Main Cast: Bae Sooji, Lee Sungyeol

Poster by Aomi@HSG

 

I don’t own anything besides the storyline

 He will come, you just don’t know when and where

“Selamat sore, Oemmonim. Sooji ada?”

“Selamat sore, Yeol. Sooji ada di kamarnya. Kau bisa langsung ke sana. Dia sudah mengurung dirinya sejak kemarin malam. Dan tolong bujuk dia ya, Yeol-ah. Dia belum makan dari tadi pagi.” Nyonya Bae berdecak kesal. Sepertinya sudah menjadi kegiatan rutin anaknya untuk mogok makan dan mengurung diri di kamar saat patah hati. Yeah. Anak muda zaman sekarang.

Ne, Oemmonim. Aku akan membujuknya untuk makan.”

Sungyeol kemudian membungkukkan sedikit badannya kemudian melangkahkan kakinya menuju lantai 2, di mana kamar Sooji berada.

Tok tok tok

“Sooj, Na ya. Aku masuk ya.”

Tanpa menunggu jawaban dari Sooji, Sungyeol membuka pintu kamar Sooji dan masuk seenaknya.

Sungyeol mengedarkan matanya, mengamati kamar Sooji yang sudah seperti kapal selesai perang. Dirinya kemudian menghela nafas dan berjalan menghampiri Sooji yang bergelung dalam selimutnya. Sungyeol berdecak melihat keadaan chingunya yang mengenaskan.

“Yya, Bae Sooji. Geumanhae. Jangan seperti ini terus. Oemmamu memintamu untuk turun dan makan.”

Sooji tidak menggubris kehadiran Yeol sama sekali dan tetap berlindung di bawah selimut tebalnya.

Sungyeol memutar bola matanya jengah. Dia sudah bosan menghadapi Sooji yang seperti ini.

Sungyeol kembali berteriak, “Yya, Bae Sooji. Ireona. Kau itu seorang yeoja, tapi jorok sekali sih. Kamarmu sudah seperti kapal pecah, neo arra? Dan apa kau tidak jijik melihat tissue bekas ingusmu tersebar dimana-mana?”

Neo kka! Tidak usah mengurusiku!”

Sungyeol kembali memutar bola matanya. Sungyeol sudah hafal adegan ini. Sungyeol kemudian membungkuk dan memungut selembar foto yang sudah dirobek setengah di bagian tengahnya. Foto Sooji dengan seorang pria berkulit tan.

“Jadi ini yang namanya Kim Jongin? Tidak buruk juga.”

Sooji tiba-tiba membuka selimutnya, bangkit berdiri dan merebut foto yang sebelumnya ada di tangan Sungyeol.

“Yya, jangan menyebut namanya. Nan shirreo. Jeongmal shirreo.”

Sooji kemudian merobek foto tersebut menjadi serpihan-serpihan kecil.

Sungyeol terkekeh melihatnya. Sungyeol memang sudah sangat sering menghadapi kejadian seperti ini, tapi pemandangan di depannya: Sooji dengan rambut awut-awutan, mata bengkak, dan kunyel, merupakan pemandangan yang menurutnya tiada duanya. Menyedihkan sekaligus menggelikan.

Sooji mendengus melihat sahabatnya itu tertawa, “Tidak ada yang lucu, Yeol.”

Sungyeol semakin terkekeh melihat sahabatnya yang kini memberikan death glare padanya sambil mempoutkan bibirnya. Siapa yang akan ketakutan coba, dengan kombinasi seperti itu?

“Yya! Lee Sungyeol!” Sooji menggeram kesal.

“Aaaa mian mian.” Sungyeol berusaha menahan tawanya, takut Sooji bertransformasi menjadi macan betina. Meskipun betina tetap saja kan macan, menyeramkan.

Sooji kembali mendengus melihat Sungyeol yang masih saja tertawa meskipun sudah tidak sekencang sebelumnya. Sooji kemudian berjalan menghampiri meja belajarnya. Sooji kemudian menarik sebuah plastik hitam besar dari laci. Mengambil beberapa buku yang ada di mejanya, mengambil sebuah boneka beruang berwarna pink, dan memasukkan semua itu ke dalam plastik hitamnya.

Sungyeol kembali terkikik melihat tingkah Sooji.

“Kau yakin akan membuang semuanya? Jangan sampe menyesal seperti saat kau membuang barang-barang yang berhubungan dengan Lee jungshin, Sooji-ah.”

“Yya, sudah kukatakan jangan menyebut nama orang-orang itu. Jeongmal shirreo!”

Sungyeol mengangkat tangannya tanda menyerah, “Baiklah. Sini kubantu.”

Dan sore hari itu, Lee Sungyeol, 16 tahun, membantu sahabatnya untuk membersihkan kamarnya dari barang-barang ‘mantannya’, untuk ke sekian kalinya.

“Yya, Lee Sungyeol!”

Sungyeol mendongakkan kepalanya, mengalihkan matanya dari buku sejarah yang sedang dibacanya. Matanya menatap Sooji yang kini duduk di sampingnya. Matanya kemudian beralih melihat jam dinding yang menempel di atas meja belajarnya. Pukul 9.30 malam. Sungyeol menghela nafasnya kesal.

“Apa yang kau lakukan di sini Sooj?”

Sooji mempoutkan bibirnya, “Aku ingin menemuimu. Tidak boleh?”

Sungyeol mendesis gemas kemudian menggetok kepala Sooji dengan buku yang ada di tangannya.

“Yya. Kau ini yeoja, untuk apa ke kamarku jam segini? Ah solma, kau menyukaiku?Mianhae, hatiku hanya untuk Jung Soojung.

Sooji merenggut mendengar ucapan Sungyeol. Sooji kemudian merebut buku yang tadinya dipegang oleh Sungyeol kemudian digetokannya ke kepalanya.

“Yya jangan melebih-lebihkan, Lee Sungyeol. Biasanya juga aku sering ke sini.”

Sungyeol hanya bisa nyengir mendengar ucapan Sooji, yang memang benar adanya.

“Jadi? Ada apa Sooj?”

Sooji tersenyum mendengar pertanyaan Lee Sungyeol.

“Aku sudah menemukannya, Yeol-ah!”

Sungyeol mengerutkan dahinya.

“Namanya Lee Jungshin. Dia keren sekali, Yeol-ah. Aigoo, mengingatnya saja sudah membuatku sangat senang.”

“Doakan aku awet dengan prince charmingku seperti kau awet dengan Jungie ya, Yeol-ah.”

“Cah, aku sudah memberi tahumu. Aku pulang dulu, Yeol. Jalja.”

Sooji menepuk bahu Sungyeol, bangkit dari duduknya kemudian melangkah keluar dari kamar Sungyeol.

Sungyeol menggelengkan kepalanya. Ini bahkan belum 2 minggu Sooji putus dari Kim Jongin. Yah.. begitulah Bae Sooji.

Sungyeol kembali dihadapkan pada Sooji dan benteng selimutnya.

“Sooj, ayolah. Kau perlu makan, Oemmonim benar-benar mengkhawatirkanmu.”

Sungyeol tidak berbohong saat bilang Nyonya Bae benar-benar khawatir dengan keadaan Sooji. Dirinya pun begitu.

Sooji baru saja putus dari Lee Jungshin, namja yang berhasil bertahan dengan Sooji selama 4 bulan. Rekor baru tentu saja. Sebelumnya mungkin Sooji dan pacar-pacarnya hanya bisa bertahan selama 2 minggu hingga 1 bulan.

Siapa yang tidak mengenal Bae Sooji. Gadis manis berkulit seputih susu dengan rambut panjang dan senyum menawan. Dengan otak encer dan kemampuan bermain piano yang tidak diragukan. Sayangnya obsesinya dengan namja tampan dan prince charming berkuda putih membuatnya masuk jajaran yeoja aneh. Ketenaran dan keanehannya bahkan terdengar sampai sekolah tetangga. Sooji selalu berani menyatakan perasaannya pada namja yang dia sukai. Dan Sooji pun selalu berani mengatakan putus saat ternyata namja itu tidak sesuai dengan ekspektasinya. Sooji mudah sekali ‘ilfil’ alias hilang feeling kepada namja-namja yang katanya disukainya. Jika Sooji yang memutuskan pacarnya seharusnya Sooji tidak perlu menangis kan? Tapi begitulah Sooji.

Sungyeol menghela nafas. Sebelumnya dia kira Lee Jungshin orang yang tepat buat Sooji. Sebelumnya dia kira, dia tidak akan kembali ke kamar Sooji dalam keadaanya yang sangat berantakan. Sebelumnya dia kira dia tidak akan menemukan Sooji dengan mata bengkak dan rambut awut-awutan lagi. Ternyata dia salah.

Sungyeol kemudian mendudukkan dirinya di tempat tidur Sooji. Menepuk-nepuk gundukkan selimut – yang diyakininya adalah Sooji – kemudian memberikan ceramah panjang mengenai alam semesta dan bagaimana hukum Newton diterapkan. Hukum Newton III mengenai aksi reaksi. Sedikit tidak nyambung memang, tapi begitulah Lee Sungyeol.

“Sooj, geumanhae. Jika kau menyukainya sebanyak ini, kenapa kau putuskan dia?”

Hening. Isakan Sooji terdengar makin kencang.

“Yya!”

Sooji akhirnya keluar dari bentengnya kemudian memposisikan dirinya duduk berhadapan denga Sungyeol.

“Dia semakin gondrong, Yeol-ah. Tidak ada dalam kamusku seorang prince charmingberambut gondrong.”

See? Sooji dengan obesesi akan prince charming yang entah dari negara mana.

Sungyeol berdecak kesal, “Kau bisa menyuruhnya potong rambut, Sooj. Itu kan hanya masalah sepele.”

Sooji menggelengkan kepalanya, “Kau tidak mengerti Yeol. Jungshin juga mengikat rambutnya. Kau tahu seberapa benci aku dengan namja berkuncir.”

Sungyeol memutar bola matanya, “Sooj! Kalau kau memang menyukainya, kau tidak akan mempermasalahkan hal kecil seperti itu.”

“Ah molla. Jangan menyebut nama Lee Jungshin lagi di depanku.”

Sooji pun akhirnya bangkit dari tempat tidurnya dan memulai ritualnya seperti biasa. Membersihkan kamarnya dari apapun yang berhubungan dengan Lee Jungshin.

Sungyeol menatap Sooji yang kini sedang melamun. Sungyeol menghela nafasnya kesal. Di depan mereka tersaji dya gelas coklat hangat yang masih mengepul.

“Yya, Bae Sooji. Sebenarnya ada apa kau mengajakku bertemu? Kau mengganggu rencanaku dengan Jungie, neo arra?

Sooji mendelik kesal mendengar penuturan Sungyeol, “Jungie, jungie, jungie lagi. Apa kau tidak bosan menyebut namanya?”

“Aku lebih tidak sudi menyebut namamu.”

Sooji kembali mendelik sebal mendengar jawaban Sungyeol, “Geure ajak saja Soojung ke sini.”

Geure? Yaaay aku akan menelfonnya.” Sungyeol segera mengeluarkan hpnya dan mengetikkan sesuatu namun dirinya kemudian berhenti mengetik dan menatap Sooji yang masih terlihat muram. Diletakkannya lagi gpnya di atas meja.

Sungyeol mengerutkan dahinya, “Yakin? Biasanya kau tidak suka kami jadikan obat nyamuk.”

Sooji mendengus, “Kalau begitu berhenti merengut dan memanggil Jungie terus,pabo!”

Sungyeol mendelik mendengar dirinya di sebut pabo, “Sebenarnya ada apa kau mengajakku kemari Sooj? Café ini memang deket dari sekolahku tapi jelas berlawanan arah dari sekolahmu.”

Sooji menghembuskan nafasnya, “Tidak ada. Aku hanya bosan.”

“Hanya karena itu? YYa!” Sungyeol memekik mendengar penuturan Sooji

“Iya memang hanyaa karena itu, memangnya apa lagi? Kau temanku, teman harus saling menemani, geutchi?

Sungyeol berdesis, “Memangnya temanmu hanya aku? Kemana Jinri? Jiyoung?Solma, kau bertengkar dengan mereka?”

Ani, kami tidak bertengkar.”

“Lalu?”

“Mereka hanya melupakanku,”

Alis Sungyeol saling bertaut mendengar penuturan Sooji, “maksudmu?”

Sooji kemudian menelungkupkan wajahnya di meja café, “Mereka melupakanku, Yeol-ah.”

Sungyeol kembali mengerutkan alisnya, masih tidak mengerti,”Melupakanmu bagaimana Sooj? Mereka amnesia?”

Sooji mengangkat kepalanya dan menatap Sungyeol garang, “Yya! Kau ini babo atau apa?”

Sungyeol membelalakkan matanya mendengar pekikan Sooji, “YYa imma! Aku kan bertanya, salah kau sendiri yang tidak jelas menjawab. Kau sendiri yang bilang mereka melupakanmu.”

Sooji memutar bola matanya kesal, tidak percaya dengan tingkat ‘kecerdasan’ yang dimiliki Sungyeol, “Maksudku melupakan itu mereka mengacuhkan aku, Lee Sungyeol.”

“Mereka asik dengan namjachingu mereka”

“Aish nappeun chingu!”

“Jinri bahkan tidak mengajakku ke kantin siang ini.”

“Awas saja mereka! Aku tidak akan meminjamkan prku pada mereka lagi.”

“Aish, jnjjaaaa! Mereka menyebalkan!”

Sungyeol hanya melongo memperhatikan monolog yang baru saja Sooji lakukan. Sunyeol kemudian berdeham pelan, dirinya kini mengerti mengapa sore ini wajah Sooji begitu memprihatinkan.

Arra, arra, sekarang aku mengerti. Mereka melupakanmu karena namjachingumereka, geutchi?”

“Neeee, mereka mengacuhkan aku, Yeol-ah.” Sooji kemudian kembali menelungkupkan wajahnya di meja café. Sepertinya tidak punya teman dan tidak punya kekasih membuatnya depresi.

“Pfftttt…. Hahahahaha.”

Sooji kembali mengangkat kepalanya dan menatap Sungyeol garang, “Yya! Kau menertawaiku? Neo jugullae?”

Sungyeol tidak menggubris pekikan Sooji dan tetap melanjutkan tawanya sementara mata Sooji semakin melotot melihat sahabatnya itu menertawakan penderitaannya.

Yya! Lee Sungyeol, Geumaaaaan

Sungyeol menghentikan tawanya kemudian menghapus air mata yang muncul di sudut matanya.

Mian, mian. Tapi ini lucu sekali Sooji-ah. Seorang Bae Sooji mengeluh kesepian, ini sangat langka.”

Sungyeol kembali terkekeh. Sungyeol kini mengerti mengapa Sooji menjadi gusar. Sooji tidak pernah diacuhkan sebelumnya. Berdasarkan cerita Sooji, kedua teman sekolah Sooji, Jinri dan Jiyoung selalu menempel padanya. Tidak lupa kekasih Sooji yang juga selalu berada di dekatnya. Sayangnya kini Jinri dan Jiyoung sudah memilikinamjachingu. Sooji sendiri belum menemukan pengganti Lee Jungshin meskipun sudah 5 minggu mereka berpisah, benar-benar rekor terbaru Sooji. Sepertinya kali ini Lee Jungshin berhasil mengukir namanya di hati Sooji.

Sooji mendengus melihat Sungyeol tertawa, “Kau jahat sekali! AKu sedang menderita,arra?”

“Cari namjachingu Sooj!”

“Kau pikir mudah mencari prince charming? Lee Jungshin nyaris mendekati sempurna, neo arra? Kecuali rambut berkuncirnya.”

“Kalau kau merasa sulit mencari pengganti Jungshin, kenapa tidak kembali dengannya saja? Lagipula alasanmu putus dengannya itu sangat konyol Sooj.”

“Tidak ada dalam kamusku kembali dengan mantan.”

Sungyeol mendengus mendengar jawaban Sooji. Selalu seperti ini.

“Kau beli kamus dimana sih Sooj? Mengapa kamusmu menyusahkan sekali.”

Sooji hanya berdecak menanggapi ucapan Sungyeol.

“Dari ceritamu, aku bisa menyimpulkan kalau Jungshin orang yang baik dan pengertian. Kau butuh namja yang seperti apa lagi sih?”

Sooji menyenderkkan punggungnya di kursi, bersedekap, kemudian memasang wajah berpikir. “Hmmm.. namja tinggi. Senyumnya bikin melayang. Kalo punya dimplelebih bagus lagi. Auranya harus memancar. Shining just like a star

Sooji terkekeh sendiri setelah menyebutkan kriteria namjanya.

Kling

Suara bel tanda pintu café terbuka membuatnya reflek menolehkan kepalanya ke arah pintu masuk.

Tiba-tiba Sooji menegakkan tubunya, matanya berbinar.”Shining, Shimmering, Splendid.” Bisiknya.

Sungyeol mengerutkan alisnya lagi, heran mengapa Sooji tiba-tiba menyenandungkan sepenggal lirik a whole new world.

“Hah? Shining, Shimmering, Splendid? Kau ingin nonton Aladdin Sooj?”

No no no! Nae namja.. shining just like a star.”

Sungyeol kemudian meminum coklatnya yang mulai dingin. “Dimana kau bisa menemukan namja seperti itu Sooj?”

“Di sini Lee Sungyeol, dia di sini!” bisik Sooji.

Kedua alis Sungyeol masih bertaut menunjukkan bahwa pemiliknya masih bingung.

“Hah? Di sini?” Sungyeol kemudian menyadari tatapan Sooji yang berbinar dan seakan menatap sesorang di belakang Sungyeol. Sungyeol kemudian mengikuti arah pandang Sooji. Di belakangnya terlihat seorang namja tinggi yang sedang berdiri di depan counter. Namja asing itu kemudian membalikkan tubuhnya dan Sungyeol dapat melihat sebuah lesung pipi saat namja itu mengucapkan terimakasih pada pelayan café. Yeah, dia memang terlihat shining.

“Itu dia Yeol-ah! Itu prince charmingku!”

Sungyeol menggelengkan kepalanya. Bae Sooji jelas yeoja gila. Bagaimana bisayeoja itu mengakui seseorang sebagai prince charmingnya padahal mereka tidak saling mengenal.

Sungyeol kembali meminum coklatnya tanpa menghiraukan Sooji yang masih menatap prince charmingnya. Sungyeol sedikit meratapi nasib Sooji yang jatuh cinta pada namja asing yang entah kapan bisa ditemuinya lagi.

Tapi ternyata kegusara Sungyeol tidak beralasan karena seminggu kemudian Bae Sooji bercerita bahwa dirinya kini berkencan dengan Park Chanyeol, namja yang dilihatnya di café.

Gila bukan?

“Yya Lee Sungyeol, cepat bangun!” pekik Sooji nyaring sembari menarik selimut yang melingkupi sahabatnya itu.

Sungyeol hanya menatap marah Sooji yang kembali menatapnya malas.

Wae? Kau pikir aku takut kau pelototi. Cepat bangun! Ommamu sudah bosan meneriakimu untuk makan.”

Sungyeol mendengus kemudian bangkit dari tidutnya dan beranjak menuju kamar mandi. Penampilannya terlihat kacau. Rambut yang mencuat kemana-mana dan lingkaran hitam besar di bawah matanya.

Sooji menggelengkan kepalanya melihat sahabatnya, “Aigoo, uri Sungyeol patah hati begitu menyedihkan.”

Sooji meneguk chamomile teanya dengan perlahan, matanya melirik sahabatnya yang duduk tenang menatap kopinya dan mengaduk-ngaduknya tanpa henti. Sungyeol tampak lifeless dan tentu saja Sooji mengetahui alasannya. Jung Soojung.

“Yya.. berhenti mengaduk dan lekas minum kopinya sebelum menjadi dingin.”

Sungyeol mendesis mendengar perintah Sooji namun tetap mematuhinya. Sungyeol meminum kopinya dalam sekali teguk. Setelah menyelesaikan minumnya, matanya beralih pada yeoja yang duduk di depannya.

“Ayo pulang. Kau sudah selesai minum kan? Aku sedang tidak mood untuk jalan-jalan.”

Sooji kembali meneguk minumnya. Tidak dipedulikannya tatapan Sungyeol yang menajam. Selesai dengan tehnya, Sooji mengangkat garpunya dan mulai memakancheesecake yang berada di hadapannya.

“Tehku memang sudah habis tapi cakenya bahkan belum aku sentuh. Sebentar lagi Yeol-ah.”

Sungyeol menghela nafas, “Ppalii. Aku sedang tidak mood Sooj.”

Sooji berhenti mengunyah kemudian menatap garang Sungyeol.

“Yyaa kau sudah 2 bulan ini tidak mood Lee Sungyeol. Berhenti menjadikan itu sebuah alasan. Berhenti bersikap kekanak-kanakan.”

Naega?  Kekanak-kanakan? Yya! Bercermin dulu sana!”

Sooji mendengus mendengar ucapan Sungyeol, “Aku sudah berhenti berhenti bersikap kekanakan sejak setahun yang lalu, neo molla? Kau yang mengajariku untuk bersikap dewasa. Kau yang mengajariku untuk move on.”

Sungyeol terdiam mendengar ucapan Sooji yang terasa menampar dirinya.

“Lepaskan Soojung, Yeol-ah. Relakan saja dia. Dia sudah bahagia dengan Kang Minhyuk.”

Emosi Sungyeol kembali tersulut mendengar nama Soojung disebut.

“Mana bisa begitu Sooj! Dia memutuskanku tiba-tiba, kemudian jadian dengan Minhyuk sial itu seminggu kemudian. Apa itu tidak keterlaluan?”

Sooji menatap Sungyeol dalam, “Dia sudah lama menyukai Minhyuk, pabo! Kaunya saja yang tidak peka.”

“Kalau begitu malah lebih keterlaluan lagi Sooj, bagaimana dia bisa melirik namja lain padahal statusnya yang masih menjadi yeojachinguku.”

“Tentu saja bisa. Cinta datang tiba-tiba dan tidak dipaksakan, Yeol. Kau sendiri yang bilang begitu.”

Sungyeol terdiam mendengar jawaban Sooji.

“Aku mencintainya, Sooj.”

Arra. Tapi sayangnya dia tidak mencintaimu.”

Sungyeol mendengus mendengar ucapan Sooji yang seakan mengoloknya.

“Kau sendiri yang bilang begitu padaku dulu, Yeol.”

Sungyeol mati kutu. Dirinya kemudian mengumpat dalam hati mengapa dia dulu begitu sok bijaksana menasihati Sooji. Sekarang dirinya kena ceramahan yang sama. Karma memang berlaku.

“Kau akan baik-baik saja Yeol. Awalnya memang sulit tapi pasti kau bisa melewatinya. Buktinya aku baik-baik saja tanpa Park Chanyeol.

Sungyeol menatap Sooji yang terlihat santai mengucapkan nama Chanyeol. Dirinya masih ingat, kurang lebih setahun yang lalu, bagaimana keadaan Sooji ketika Chanyeol memutuskan hubungan mereka. Sooji yang menangis histeris ditinggalkan Chanyeol, prince charmingnya. Bagaimana pun Sooji sering putus dengan kekasihnya yang terdahulu, Sooji tidak pernah diputuskan, pasti Sooji lah yang memutuskan hubungan mereka. Sungyeol menyadari saat Sooji bersama Chanyeol, Sooji begitu bahagia. Sungyeol sendiri terkejut saat melihat keadaan Sooji yang berantakan pasca selesainya hubungan mereka padahal dia kira Chanyeol pelabuhan terakhir Sooji. Tapi nyatanya dirinya salah, ketika masuk universitas Chanyeol menemukan yeoja yang lebih menarik dibandingkan Sooji sehingga Sooji diputuskannya begitu saja.

Sungyeol tersenyum kecil, “Jadi kau sudah lupa dengan Park Chanyeol, Sooj?”

Sooji kembali memasukkan sepotong cheesecake ke dalam mulutnya kemudian mengunyahnya perlahan.

Ani. Aku tidak lupa. Aku hanya ikhlas saja.”

Sungyeol mulai terkekeh, “Aigoo, uri Sooji sudah dewasa. Kau banyak berubah Sooj”

Sooji memutar bola matanya malas.

“Makanya jangan terlalu sibuk dengan kuliahmu dan Soojung. Lihat, kau bahkan nyaris melupakanku!”

Sungyeol berdeham pelan, “Mianhae.”

Sungyeol menyadari semenjak masuk universitas hubungannya dengan Sooji sedikit merenggang. Bukan mereka menjadi tidak sedekat dulu hanya saja intensitas pertemuan mereka yang berkurang drastis. Sungyeol sibuk dengan tugasnya dan –tentus saja- Soojung.

Sooji terkekeh, “Gweanchana. Sekarang kau kena karmanya kan? Tidak ada lagi Jungie-mu itu.”

Sungyeol kembalil merengut, “Jangan sebut namanya lagi.”

“Sooji semakin terkikik, “Waeee? Jungie, Jungie, Jungie, Jungie, Jungia.”

“Yya!”

Sooji tertawa lebar, “Relakan dia Yeol-ah. Lagipula dia terlalu cantik untuk jadiyeojamu.”

“Yya! Maksudmu apa? Akan aku tunjukkan aku bisa mendapatkan yeoja yang berkali-kali lipat lebih baik darinya.”

Geutchi. Begitu dong dari kemarin. Kau membuatku pusing dan khawatir melihatmu murung dan mengurung diri di kamar.”

Sungyeol tersenyum miring mendengar ucapan Sooji, “Aaaah Solma?”

Dahi Sooji mengerut melihat  seringai yang tercetak di bibir Sungyeol.”

Mwohae?”

“Kau menyukaiku, geutchi? Makanya kau tidak jadian dengan siapa-siapa sejak putus dengan Chanyeol

Tak

Sooji mengetuk kepala Sungyeol dengan garpunya.

“Yya! Appo!”

“Kau ini narsis sekali. Seleraku itu prince charming, arra?”

Sungyeol mendengus mendengarnya, “Masih prince charming? Aku kira kau sudah berubah.”

“Aku memang berubah tapi tetap saja seleraku itu prince charming.”

“Prince charming yang seperti apa sih Sooj?”

“Tinggi.”

“Aku tinggi”

“Tampan.”

“Aku rasa aku lumayan tampan.”

Shining.”

Aku rasa aku terlihat shining di mata banyak yeoja. Buktinya banyak juga yang menyukaiku.”

“Punya dimple.”

Sungyeol terkekeh mendengar feature idaman Sooji.

“Masih dimple Sooj? Astaga, mengapa kau menyukai sekali namja berlesung pipi sih? Apa bagusnya?”

Tak

Sooji kembali mengetuk kepala Sungyeol dengan garpunya.

“Tentu saja bagus. Manis. Aku suka namja manis.”

Sungyeol memuatr bola matanya malas. Dia kira Sooji sudah tidak pemilih lagi seperti dulu tapi ternyata dugaannya salah.

“Ah iya, aku juga suka namja bermata tajam.”

Sungyeol mendengus, “Kau mau mencari dimana namja seperti itu Sooj?”

Ani. Aku tidak akan mencarinya. Dia yang akan datang padaku.”

Sungyeol terdiam dan menatap Sooji yang tersenyum malu. Tawa Sungyeol kemudian pecah.

“Yya! Kenapa kau tertawa! Ish Jjajeungna”

“Omong kosong macam apa itu Sooj? Kau habis terbentur atau apa? Kau pikir prince charmingmu akan jatuh dari langit?”

Sungyeol kembali tertawa sedangkan Sooji tetap merengut.

“Tentu saja bukan omong kosong. Pertemuanku dengan prince charmingku tidak bisa ditebak kapan. Yang jelas aku akan tahu kalau dia itu prince charmingku.”

Sungyeol mengelap ujung matanya yang berair.

“Kau bodoh Sooj.”

“Biar.”

Jinjja. Kau aneh.”

“Biar.”

Jeongmal, jinjja. Kau tidak waras Sooj.”

“Kubilang biar!”

Sooji hendak mengetuk kepalan Sungyeol dengan garpunya lagi ketika sebuah suara menginterupsinya.

“Yya! Lee Sungyeol! Kau di sini rupanya. Ku kira kau ke Sungai Han.”

Sooji menatap namja yang menghampiri mejanya dengan Sungyeol. Diperhatikannya baik-baik namja itu.

“Sungai Han? Untuk apa Sungyeol ke Sungai Han?”

Namja itu menolehkan wajahnya pada Sooji yang bertanya.

“Tentu saja untuk bunuh diri. Dia frustasi karena ditinggal Soojung kan?”

Pletak

Sungyeol menjitak kepala namja itu.

Sooji terkekeh melihat ekspresi namja asing itu yang terlihat kesakitan sedangkannamja itu tersenyum kecil melihat Sooji tertawa – meskipun masih tetap meringis.

“Maksudmu apa Myung? Tentu saja aku tidak akan bunuh diri. Masih banyak yeojalain yang lebih baik dari Soojung.”

Geure? Tapi kemarin kau bilang kau tidak bisa hidup tanpa Soojung. Jadi kukira kau akan bunuh diri”

Pletak

“Yya! Berhenti memukulku!”

“Kau juga berhenti membuat asumsi yang tidak masuk akal!”

Sooji kembali tertawa melihat interaksi dua orang di depannya tanpa peduli siapanamja asing itu.

Namja itu, yang dipanggil Myung, kembali tersenyum melihat Sooji yang kembali tertawa.

Namja itu kemudian menatap Sooji dan mengulurkan tangannya.  Mata tajamnya menatap Sooji tepat di manik matanya.

Naneun Kim Myungsoo.”

Sooji mengulurkan tangannya kemudian menjabat tangan namja itu, “Sooji, Bae Sooji.”

“Nama yang cantik secantik pemiliknya.” Namja itu, Kim Myungsoo, kemudian tersenyum manis dan memperlihatkan lesung pipinya yang menawan tanpa melepaskan jabatan tangannya dengan Sooji.

Pipi Sooji memerah merona mendengar ucapa Myungsoo.

See? Prince charming­nya akhirnya datang kan?

-END-

Leave a comment